Di tanah yang kita pijak bersama lalu aku memusarakan mimpi pada ombak dan desir angin, yang kerap kali kau abaikan.. untuk apa sudah ia berhembus?
Sekeras itukah?, sehingga tak lagi mampu kau baca garis-garis kecewa pada raut wajahku dan tetesan air mataku.. Sedangkan aku menyayangimu di kedalaman hatiku.. Lillaah..
Tapi untuk apa aku pertahankan jika tak ada secebis harapan pada kebekuan mu dan kakunya lakumu.. Sedangkan janji suci dimata Robb telah terucap.. beraltarkan harap di suatu saat kita kan temukan bahagia
Namun.. Aku hanya menjatuhkan berjuta tetes air mata digenangan tatapan tajammu pada sekepal bahagia yang menolak untuk kita rengkuh..
Adakah sisi lain serupa bisikan atau perasaan asing yang memojokkanmu atau dalam ketidak percayaan dan ketidak mampuanmu dalam pembenaran keruntuhan dinding ketegaranmu.. Ketegaran kita..
Lalu Aku tak lagi mengenalmu dalam ketiadaan yang tak pernah menunjukkan tentang arti apa itu airmata.. Serupa ketika sebuah riwayat dikumandangkan para penyair dalam khampaannya, lalu tak satupun kata menyisakan tentang arti dari setiap tetesannya..
Aku berlari..
Berlari dari semua itu.. Tertawa.. Tawa ibarat duri yang melukai hati.. Aku ingin mengenalmu sekali lagi.. dalam jarak yang sempat tertahan dalam kebekuanmu..